Otak dan Musik

Selasa, 18 April 2017

Related image

Pendahuluan

 Musik merupakan suatu bentuk kebudayaan yang beberapa dekade terakhir sangat aktif diangkat dan dijadikan suatu bentuk terapi , di beberapa negara sudah banyak didirikan pusat pendidikan dan pelayanan musik, terkait dengan beberapa kondisi dari suatu penyakit khususnya di bidang neurologi. Dan tidak hanya secara institusional pelayanan musik diberikan, namun saat inipun sudah semakin banyak individu individu yang meng”kreasikan” sendiri musik atau lagu yang dapat mempengaruhi dan merangsang mood mereka, sehingga aktivitas pagi hari dapat dimulai dengan lebih menyenangkan dan efektif dalam membangkitkan rasa optimisme,percaya diri dan ketenangan , dimana ke tiga perasaan tersebut yang secara umum ternyata dapat dibangkitkan bila kita mendengar musik atau lagu lagu tertentu ( kondisi ini sangat individual, silahkan masing masing dari kita mencari tahu lagu lagu apa saja yang dapat memberikan pengaruh positif pada mood kita)1. Seperti kita ketahui , betapa musik memiliki arti positif dalam mempengaruhi perasaan yang ada dalam diri seseorang1, terlepas bahwa ada beberapa kondisi dimana musik memberikan pengaruh buruk seperti pada keadaan musicogenic epilepsy ( epilepsy yang dipicu saat mendengarkan music ) , musical partial seizure ( halusinasi mendengar suara music sebagai manifestasi dari epilepsy non kejang ) music release hallucination ( seolah olah mendengar suara music, salah satu kondisi gangguan psikiatri ) , sinesthesia ( halusinasi melihat suatu warna pada saat mendengarkan music tertentu ), dan amusia ( gangguan dalam menentukan pengenalan nada serta irama music )2, namun secara garis besar dan umum , kita sama sama menerima bahwa musik merupakan suatu bentuk media yang sangat baik untuk mempengaruhi mood seseorang, sehingga dipergunakan sebagai terapi, baik itu sebagai terapi adjuvant maupun restorasi untuk beberapa penyakit saraf seperti Parkinson, amnesia, rehabilitasi stroke dan banyak lagi 3. Artikel ini akan menceritakan bagaimana music yang kita dengar, akan diolah oleh bagian bagian tertentu dari otak kita hingga dapat menciptakan perasaan yang menyenangkan kita.


Pembahasan

 Musik, merupakan salah satu bentuk kebudayaan tertua yang pernah lahir di bumi ini . Tanpa kita sadari musik telah tercipta saat bunyi bunyian diciptakan, baik itu sebagai bentuk komunikasi maupun hiburan , dan yang lebih menarik , ternyata eksistensi musik sudah dari awal sangat dekat dengan dunia ilmiah bahkan kedokteran, karena Pthytagoras menemukan salah satu pemahaman awal matematika tentang amplitudo dan frekuensi melalui Lyra yang ia petik , dan yang lebih menarik lagi  Dewa Apollo ( salah satu dewa utama bangsa Yunani ), tidak hanya merupakan dewa di bidang pengobatan, namun juga dewa di bidang musik.4
Bahkan perkembangan agama agama besar yang ada di dunia ini, tidak terlepas dari ciri dan eksistensi masing masing bentuk musik yang mereka miliki seperti Raagas ( Hindu ), Amitabha Sutra ( Budha ), chant Gregorian ( Nasrani ), Tajwid dan Adzan yang dikumandangkan ( Islam ) semuanya merupakan doa ataupun pujian yang diucapkan membentuk irama yang indah4. Kesemua hal menarik tersebut, bagaikan magnet, semakin menarik kita untuk mengerti bagaimana musik di proses dari sebuah bentuk bunyi bunyian  hingga akhirnya dapat mempengaruhi perasaan / mood seseorang 4,5.
Awalnya , bunyi bunyian yang masuk ke telinga kita ditangkap oleh kokhlea, dimana frekuensi  suara rendah akan merangsang sel sel di daerah apeks sementara bunyi dengan frekuensi tinggi akan ditangkap di dasar kokhlea. Kemudian, melalui jaras saraf vestibulo kokhlearis, impuls tersebut menuju nukleus kokhlearis ventralis di daerah medula oblongata, kemudian dilanjutkan menuju kolikulus inferior di batang otak melalui jaras lemniskus lateralis, selanjutnya dari kolikulus inferior impuls suara musik tadi akan diteruskan ke daerah brakium kolikulus inferior lalu ke korpus genikulatum medialis dan terakhir di terima di daerah lobus temporalis superior,  dan mulailah musik mempengaruhi berbagai macam bagian bagian di dalam otak kita , seperti amigdala, tegmentum, striatum , lobus temporal superior, daerah prefrontal dan beberapa bagian lainnya, seperti gyrus Heschl yang berperan dalam pengenalan musik yang pernah didengar 6.
Dari hasil penelitian menggunakan fMRI dan PET scan, didapati bahwa pada saat kita menikmati music yang kita dengar , maka ventral tegmentum area ( VTA ) akan menghasilkan dopamine yang kemudian mempengaruhi area kesenangan kita yaitu amigdala dan nucleus akumbens, dimana semakin intens dan terhanyut kita akan musik yang sedang kita dengarkan semakin giat pulalah ke 2 area tersebut bekerja, walaupun ternyata tidak hanya musik saja yang mampu membuat kedua area tersebut “menyenangkan kita”, sensasi erotis cinta dan addiksi pun menempuh jalur yang sama seperti halnya musik 7.
Kemudian, ada satu hal yang menarik, pada saat membicarakan Mozart effect atau Bethoven effect, dimana kabarnya komposisi dari kedua jenius tersebut yang paling optimal dapat mengaktifkan dan menstimulus lebih banyak area di sistem limbik dibanding karya komposer lainnya ataupun lagu pop biasa, karya karya Ludwig von Bethoven seperti  String Quartet in C-sharp minor, Op. 131 atau karya Wolfgang Amadeus Mozart seperti night music no 1, serenande no 10 in B major, Ah , Vous direi-JC, simfonie in D, rando in C major, seringkali di rekomendasikan sebagai komposisi musik yang baik untuk menstimulus respons otak. Bahkan komposisi klasik popular seperti Air dari Johan Sebastian Bach, dimana alunan melodi dan nuansa yang dibangunnya sangat indah dan menyentuh ruang ketenangan kita, ternyata bila dibandingkan dengan komposisi komposisi Mozart dan Bethoven kurang optimal dalam menstimulus ke optimalan dari kerja otak kita 8. Pertanyaan tersebut membuat kita berfikir , mengapa otak kita lebih menyukai partitur ataupun alunan musik yang “tidak terduga”, cenderung upbeat,  tanpa pengulangan bagian bagian dari komposisi, mengapa otak kita lebih menyukai suatu komposisi yang didalamnya terdapat perubahan tempo yang signifikan, dengan kata lain dan secara umum kita dapat mengatakan mengapa musik Mozart dan Bethoven lebih baik dalam menstimulus otak kita dibanding lagu pop yang lebih menyenangkan perasaan kita 8.
Ternyata hal tersebut juga dipikirkan oleh Leonard Meyer , didalam bukunya Emotion and meaning in music. Di buku itu, Meyer menuliskan bahwa setelah melakukan penelitian dari lebih 200 sampel didapatkan bahwa pada saat amygdala dan nucleus akumbens sedang berada dalam pengaruh dopamine yang tinggi, dibagian lain, nucleus caudatus bekerja menciptakan suatu fase yang bernama fase antisipasi. Fase ini timbul sebelum kita merasakan klimak dalam mendengarkan suatu music/lagu/komposisi, dan bila klimaks itu tercapai maka musik yang kita dengarkan di akhir lagu selain akan menimbulkan sensasi yang menyenangkan , menenangkan, membuat semangat juga meningkatkan metabolisme di otak kita melalui mekanisme vasodilatasi sistemik dari pembuluh darah otak. Lalu bagaimana bila musik yang kita dengarkan terdengar monoton, kemudian bagian bagiannya diulang seperti halnya pakem lagu pop saat ini dimana selalu ada intro,chorus I, chorus II, refrain,bridge,chorus (lagi), refrain,refrain dan ending, ternyata fase antisipasi tidak akan terjadi atau minimal, sehingga yang ada hanyalah sensasi yang menyenangkan , menenangkan, membuat semangat tanpa atau minimal meningkatkan metabolisme di otak 8,9. Keuntungannya adalah , orang orang dengan kesadaran penuh, dengan membangun imajinasi dan kenangan akan suatu musik / lagu tertentu dapat menciptakan fase antisipasi ini, namun hal tersebut tidak berlaku pada bayi maupun orang dengan derajat kesadaran yang rendah hingga minimal 10. Dan pada saat fase antisipasi ini telah terlampau dan kenikmatan kita dalam mendengarkan musik tercapai, tubuh pun merelease endorphin sebagai adjuvant betapa indahnya musik yang kita dengarkan 8,10.

Penutup
 Demikianlah sedikit tulisan mengenai hubungan otak kita dan musik yang kita dengarkan . Mendengarkan musik, walaupun sekilas merupakan aktivitas yang sederhana , selain dapat memberikan mood positif, juga mampu meningkatkan dan menstimulus kerja dari otak kita. Jaras sistem pendengaran beserta area pendengaran di otak, beberapa bagian dari sistim limbik, are pre frontal, merupakan daerah daerah yang berperan aktif dalam menterjemahkan alunan musik yang kita dengarkan, hingga dapat menimbulkan sensasi sensasi yang berpengaruh pada perasaan dan alam pikir kita.