EFEKTIFITAS TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HALUSINASI PADA PASIEN HALUSINASI

Selasa, 18 April 2017


Image result for terapi musik
The purpose of this research was to determine effectiveness of classical music therapy toward decrease level hallucination in  patient with auditory of hallucination at RSJ Tampan Riau province. The research used quasy experimental design with  pretest-posttest design with control group which divided into experimental group and control group. Sample of this research is 34 people devided into 17 people as the exsperimental group and 17 people as a control group with using purposive sampling of techniques sampling. Instruments of this research has been tested the validity and reability. The experimental group were  given interventions with music therapy of five time in five days for 10-15 minutes. Then the data analyzed into univariate and bivariate using wilcoxon test and mean-whitney test. The result of the research showed there is significantly to contrast level of hallucination after given intervention between experimental group and control group with p value 0,000 (<0,05). In conclusion level of hallucination experimental group was lower than control group after given intervention. The result is expected of music therapy to be one nursing intervention to decrease level hallucination with auditory of hallucination.

 PENDAHULUAN

Gangguan jiwa adalah suatu perubahan  pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan  penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial (Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni, 2012). Gangguan  jiwa diklasifikasikan dalam bentuk  penggolongan diagnosis. Penggolongan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia menggunakan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ). Salah satu diagnosis gangguan jiwa yang sering dijumpai adalah Skizofrenia (Keliat, Wiyono, & Susanti, 2011). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi  psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan  berkomunikasi, menerima, menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukan emosi, serta  berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Williams & Wilkins, 2005). Skizofrenia merupakan penyakit atau gangguan  jiwa kronis yang dialami oleh 1% penduduk. Pasien yang dirawat dengan gangguan skizofrenia di rumah sakit jiwa sekitar 80% dari total keseluruhan pasien. (Keliat, Wiyono, & Susanti, 2011). Keliat, Wiyono dan Susanti (2011) menyatakan penderita skizofrenia akan mengalami gejala gangguan realitas seperti waham dan halusinasi. Halusinasi adalah  perasaan tanpa adanya suatu rangsangan (objek) yang jelas dari luar diri klien terhadap panca indera pada saat klien dalam keadaan sadar atau  bangun (Azizah, 2011). Halusinasi terbagi dalam 5 jenis, yaitu halusinasi penglihatan, halusinasi  penghidu, halusinasi pengecapan, halusinasi  perabaan, dan halusinasi pendengaran (Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni, 2012). Halusinasi  pendengaran adalah halusinasi yang paling sering dialami oleh penderita gangguan mental, misalnya mendengar suara melengking, mendesir, bising, dan dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Individu merasa suara itu tertuju  padanya, sehingga penderita sering terlihat  bertengkar atau berbicara dengan suara yang didengarnya (Baihaqi, Sunardi, Riksma, & Euis, 2005). Gangguan halusinasi dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan nonfarmakologi (Keliat, Wiyono, & Susanti, 2011). Terapi nonfarmakologi lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping seperti obat-obatan, karena terapi nonfarmakologi menggunakan proses fisiologis (Zikria, 2012). Salah satu terapi nonfarmakologi yang efektif adalah mendengarkan musik. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spritual (Aldridge, 2008)